Sabtu, 22 November 2014

Jodoh Tak Lari Kemana

Aku menulis ini untukmu, setelah aku melihatmu di persimpangan jalan tadi pagi. Sebenarnya aku lelah dan ingin istirahat saja, tapi kenyataannya selelah apapun aku, aku masih sempat menulis tentangmu. 

Apa kabar? Semoga baik-baik saja. Bagaimana hari-harimu tanpa aku? Lebih menyenangkan, atau kamu justru merasa kehilangan? 

Hampir dua pekan kita tak bertemu, aku punya banyak cerita yang sebenarnya ingin kubagi denganmu. Tentang mimpi-mimpiku yang baru, tentang kuliahku, tentang teman-temanku, tentang orang menyebalkan yang mengusik ketenanganku dan selalu ingin tahu urusanku. Apalagi dimalam hening seperti ini, saat tidak seorangpun bisa diajak bicara aku benar-benar merindukanmu untuk berbagi cerita. 

Kadang aku taksabar untuk mengirimkan pesan-pesan rindu padamu, tapi jemariku takpernah berani bahkan untuk menekan menu call number di layar handphone pintarku. Aku tak mau kedekatan kita akan menumbuhkan perasaan lain yang melahirkan kerinduan lebih hebat dari ini. 

Siapa yang takjatuh hati pada laki-laki berprestasi sepertimu? Bonusnya kamu tak hanya pintar, tapi juga rupawan. Kamu lebih dari yang kubayangkan. Kadang, aku menyayangkan mengapa kita berbeda usia? Aku memang belum dewasa tapi... ya Tuhan aku tak menyangka kalau pesona laki-laki yang usianya dua tahun lebih muda dariku bisa membuatku jatuh cinta sampai sedalam ini. 

Bersama denganmu sebentar saja bisa membuat ribuan kembang api meletup-letup di hatiku, tapi aku tak berharap lebih. Bagiku kita cukup seperti ini, dekat tanpa memiliki. Yang penting kita masih berhubungan baik. 

Mengapa? Karena aku terlalu takut. Takut terluka oleh cinta remaja untuk kedua kalinya. Aku pernah patah hati sekali, dan tidak ingin mengalaminya lagi. 

Apalagi sekarang tahun terakhirmu di SMA, aku takmau bayanganku, berbagai macam rumus, dan hapalan, berlarian diotakmu. Aku takingin membebani pikiranmu. 

Meski begitu, jika kita ditakdirkan sejak awal untuk bersama pasti ada jalan yang akan menyatukan kita pada akhirnya. Ibuku bilang, kalau jodoh tak lari kemana. Kamu percaya itu kan? Jadi, sampai bertemu di masa depan! 


Sirnagalih, 24 Oktober 2014 
8:17 PM 
© Lulu Syifa Fauziah

Selasa, 23 September 2014

Pria Hebat

Untuk Allah, aku menulis ini dalam keadaan hati yang berantakan. Bukan berantakan karena memiliki cinta untuk orang yang ternyata tidak memiliki rasa yang sama. Tolong, lindungi hatiku. Aku tak mau lagi sembarangan menjatuhkan cinta lalu akhirnya terluka. Biarkan aku jatuh cinta pada jodohku saja. Jika bukan dia orangnya, jauhkan dia dariku tanpa sedikitpun ada beban yang tersisa. Tentang dia itu siapa, Kau pasti sudah mengetahuinya.

Seperti malam-malam sebelumnya, aku ingin kembali bercerita. Tentang Pria yang namanya selalu kusebut paling awal dalam daftar doa-doaku. Meski doaku banyak, sebagai yang paling berkuasa atas atas semesta raya beserta isinya, Kau pasti tidak akan keberatan jika aku meminta banyak hal, bukan?

Kau mampu membuat langit berdiri tanpa tiang, Kau mampu membuat samudera dalam tanpa dasar, membuat gunung tinggi menjulang, membangun surga, menciptakan neraka, Kau mampu akan segalanya. Karena itu, karena tidak ada yang tidak mungkin bagiMu, aku memohon agar rahmatMu jangan terputus untuk Pria Hebatku.

Sepeninggal Ayah, Pria ini adalah satu-satunya Pria Hebat yang aku miliki. Aku memanggilnya Kakek. Tidak ada yang tahu kapan tepatnya Pria Hebatku lahir, hanya saja semalam sebelum dia dirawat di Rumah Sakit, dia mengatakan kepadaku bahwa sistem respirasinya sudah menghirup oksigen sejak delapan puluh tahun lalu. Delapan puluh tahun, ternyata sudah selama itu.

Dulu, delapan belas tahun yang lalu. Ketika aku baru akan dilahirkan ke dunia, Pria Hebat ini yang menunggui Mama selama melahirkanku. Meski aku bukan cucu yang lahir dari keturunannya, cintanya tetap sama. Tidak ada beda. Ketika keluarga kecilku kehilangan rumah untuk berteduh, Pria Hebat ini yang bersedia direpotkan, dan setia berbagi tempat tinggal dengan kami.

Dimasa kepemimpinannya sebagai Kepala Desa, aku tahu dia Pria yang bijaksana dan tenang. Aku tahu itu, karena kerendahan hatinya sampai sekarang meski sudah menua, orang-orang masih menghormatinya.

Kau pasti kenal pada Pria Hebat ini bukan? Pria Hebatku, tak pernah absen mengunjungi rumahMu untuk melaksanakan salat lima waktu. Tak peduli hujan deras, angin kencang, jalan yang becek, gelapnya malam, dinginnya subuh, atau panasnya matahari, dia tak peduli. Dia tak pernah telat apalagi sampai tidak datang ke rumahMu untuk beribadah disana.

Langkah kaki tuanya tak lelah untuk membangun kebaikan. Sebuah Masjid, Madrasah, dan Taman Kanak-Kanak Islam berhasil ia dirikan. Pria Hebatku tak bosan untuk membuat masyarakatnya lebih tahu, lebih berilmu.

Allah, dalam masa-masa kritisnya, juga hari setelah masa paling berat bagi dirinya, aku sangat memohon agar cinta dan rahmatMu jangan berhenti untuknya. Seperti dia yang setia kepadaMu meski tubuh tuanya sudah ringkih karena usia yang sudah sangat senja. Aku mohon.


 ***

31 Agustus 2014

Mohon doanya ya teman-teman sejak tulisan ini ditulis sampai sekarang, keadaan Kakekku belum membaik. Doakan yang terbaik ya. :')

Rabu, 13 Agustus 2014

Surat Untuk Penguasa





Untuk Yang Maha Perkasa
Penguasa diatas Penguasa
Pemilik gugusan tata surya, dan bumi beserta isinya

Aku percaya surat ini akan sampai kepadaMu meski tanpa kutulis alamat atau meminta bantuan jasa pengirim surat. Karena seperti yang Kau firmankan, Kau akan selalu ada bersamaKu selama aku tidak menjauh dariMu.
Sepertinya aku tidak perlu menanyakan apa yang sedang Kau lakukan karena aku tahu sebanyak apapun manusia, Kau tidak akan sibuk bagi hambaMu yang ingin bercerita. Kau selalu menyediakan telinga pada hambaMu yang ingin berkeluh kesah tentang dunia yang terkadang membuat lelah.
Seperti malam-malam sebelumnya aku ingin bercakap panjang denganMu. Kau bukan hanya muara tempat melepas semua resah dan masalah, namun Kau juga Maha Pemberi Kebahagiaan dan  pertolongan pada siapapun yang  menyebut asmaMu dalam setiap helaan nafasnya.
Aku yakin Kau sudah tahu bahwa malam ini aku sedang tidak akan bercerita tentang hidupku yang menurutku terasa berat, namun menurutMu itu adalah tantangan hidup yang tepat. Kadang aku memang tak mengerti, Kau memberikan kejayaan dunia pada manusia yang bahkan tak pernah bersujud kepadaMu sepanjang hidupnya. Ya, kupercaya bahwa itu adalah bukti, Kau sungguh Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Aku yakin Kau Maha Benar. Kau adalah penulis takdir yang baik bagi setiap hambaMu. Termasuk kenyataan ini. Beberapa pekan, terakhir layar televisiku kembali menayangkan berita duka. Tentang kematian para syuhada yang mempertahankan haknya di tanah Palestina. Kerikil dan pasir harus melawan senjata berlapis baja.
Kau pasti tak menutup mata pada serangan tanpa ampun Zionis Yahudi yang meluluhlantahkan Palestina. Kau pasti mendengar doa dan jeritan anak-anak kecil tak berdosa yang sekuat tenaga melawan takut, ketika ledakan-ledakan bom Israel mengguncang jantungnya.
Kau pasti melihat para petinggi dunia yang tak menegakan  kebenaran yang condong pada ketidakadilan. Mereka, orang-orang yang punya jabatan dan organisasi keamanan dunia pun, tak membantu banyak pada kaum muslim di Palestina. Gaza tetap membara, dan celakanya penyerangan itu didukung orang-orang penguasa negeri adidaya.
Semakin bertambah orang Palestina kehilangan nyawa, bahkan menjadi cacat seumur hidupnya.
Semua rencana manusia tidak akan terlaksana tanpa kehendakMu. Allah, aku percaya Kau tidak akan menyakiti siapapun. Kau memberikan cobaan dengan porsi yang tepat pada hambaMu yang Kau uji. Namun seperti inikah ujian bagi orang beriman? Untuk menggapai surga, mereka harus kehilangan nyawa dan kehilangan ketenangan? Allah, apa yang Kau rencanakan?
Aku menulis surat ini untukMu karena kekuasaanMu lebih kuat  dari pasukan Israel dan kawan-kawannya. Kau mampu membuat langit berdiri tanpa tiang. Kau mampu membuat samudera dalam tanpa dasar. Kau mampu akan segalanya.
Kaum Palestina lahir bukan untuk dibunuh. Namun jika memang pembantaian ini adalah jalan bagi orang beriman untuk sampai di surgaMu, do’aku wafatkanlah mereka yang gugur tanpa merasa sakit, dan menujuMu dengan hati yang nyaman. Berikan kekuatan pada mereka yang berjuang. Lindungi mereka dari ketakutan.
Sebagai penutup, aku berterima kasih karena Kau setia menyimak dan tak menjauh saat aku bercerita. Perkenankan semua do’a untuk kebaikan umat muslim di Palestina. Aku mohon.

Dari hamba yang merindu pelukanMu dalam do’a
Lulu Syifa Fauziah

Rabu, 23 Juli 2014

Pria Bermata Elang



Untuk teman masa kecil yang telah tumbuh menjadi Pria dewasa

Selamat malam, kamu. Aku tahu kabarmu sedang bahagia sekarang. Karena karena binar bahagia itu terpancar dari bening mata elangmu. Dan terlukis jelas dari lengkungan senyum dibibirmu.

Awalnya aku tidak berniat menulis ini. Kenyataan tidak sesuai harapan hari kemarin, menyisakan beban yang mengganggu pikiranku. Memang aneh, aku mengagumi seseorang yang kalah bertanding di medan perang. Ketika dia kalah, semangatku pun ikut melemah. Tidurku tidak nyeyak semalaman. Karena itu, tadinya aku berniat untuk tidur lebih awal malam ini. Namun niatku  batal, aku menulis ini karena sudah tidak sanggup menahan rindu yang terus mendesak untuk segera diungkapkan kepadamu.

Sudah berapa lama kita tak berjumpa? Dua tahun? Sepertinya tiga tahun? Aku tidak menghitung sudah berapa lama kita berpisah. Yang tidak kulupa, kita mengenal sudah sangat lama. Sejak kita belum masuk sekolah TK. Jadi, tentang berapa lama kita saling mengenal, bilangan tahunnya mungkin lebih dari separuh umur kita. 

Bagaimana kabar Ibu dan adikmu? Kuharap mereka sehat selalu. Karena itu yang terucap dalam do’aku. Bagiku, keluarga kalian adalah keluargaku juga. Aku tidak lupa pada keluargamu yang bersedia menjadi pegangan disaat keluargaku hampir terjatuh. 

Adik laki-lakimu sudah kelas berapa sekarang? Terakhir aku bertemu dengannya, dia masih mengenakan seragam putih-merah. Tapi tingginya sudah menyaingi tinggi badanku. Dia pasti tumbuh semakin besar sekarang. Sampaikan salamku untuknya ya. Kapan-kapan kita bermain sepeda lagi, seperti dulu.

Lamanya kita tidak berjumpa membutku sangat ingin bertemu. Ketika anak-anak, rasanya bahagia begitu mudah tercipta. Aku ingat ketika kita tertawa lepas saat berhasil menyerang kubu benteng lawan dalam permainan pasir. 

Aku masih ingat saat kau menculikku untuk melatihku mengendarai sepeda roda dua. Kita pergi sembunyi-sembunyi, karena takut ketahuan Ibu yang khawatir, panas-panasan membuat kita mudah terserang penyakit ingusan. 

Aku juga ingat saat kau menggendongku pulang ke rumah, karena aku terjatuh ketika bermain bola. Aku memang nakal. Tidak seharusnya anak perempuan bermain bola. Namun yang kurasakan saat itu, aku merasa lebih nyaman dan lebih menyenangkan bermain denganmu.

Kamu ingat, saat masih anak-anak kita memiliki beberapa kaos yang sama? Jika seandainya sekarang kita masih memakain pakaian seperti itu, aku yakin kita menjadi sasaran empuk untuk di-bully dengan  kata norak.

Kita kompak. Namun sayangnya, kita harus tumbuh ditempat yang berbeda. Setelah kepindahanku ke Kota Intan, aku hampir tidak pernah pulang menemuimu. Kita masih sangat belia, terlalu muda untuk menaklukan jarak yang membuat kita terpisah jauh.

Sialnya, disini aku tidak lagi memiliki teman baru sebaik kamu yang setia melindungi. Yang keluarganya tulus menyayangi keluargaku. Aku rindu mata elangmu yang akan menunjukan tatapan tajam, ketika anak-anak nakal mengusik ketenangan kita. Tatapan tajam itu seperti hendak merekam siapa saja yang mengganggu. Namun kadang, tatapan itu juga bisa berubah menjadi tatapan teduh yang penuh kasih. 

Ohya, aku sudah melihat status barumu di beranda Facebook-ku. Selamat atas kemenanganmu meraih hati perempuan itu. Sampaikan juga salamku untuk kekasihmu. Aku memang tidak mengenal siapa perempuan itu. Aku tidak menuding dia penyebab perubahan sikapmu yang tak pernah lagi menyapaku lebih dulu. Tak lagi mengingat hari ulang tahunku. Bahkan yang paling menyakitkan, sering pesan BBMku hanya dibaca tanpa kau jawab.  

Aku tak tahu apa yang membuatmu berubah. Apakah aku punya salah? Seingatku, malam sebelumya kita masih baik-baik saja. Sudahlah, aku tidak ingin bertengkar. Aku juga tidak ingin merusak kebahagiaan hubungan kalian yang baru terjalin beberapa jam yang lalu. 

Aku begitu sadar siapa diriku. Aku hanya perempuan yang  datang dari masa lalumu. Seseorang megnatakan kepadaku, bahwa yang pertama memang selalu istimewa tetapi bisa berubah menjadi tidak berarti apa-apa ketika posisinya tergeser oleh yang selalu ada. Dan sekarang aku merasakannya.


Dari temanmu yang jauh

Rabu, 16 April 2014

Untuk Cici

Aku percaya apa yang kutulis untukmu, akan memberikan arti yang lebih berkesan dibanding kuucapkan dengan lisan. 

Aku masih ingat kali pertama kita saling bertatap wajah. Pagi itu kau datang ke tempatku. Aku yang sibuk tidak terlalu menghiraukan kehadiranmu. Yang kulihat hanya, wajah polosmu nampak malu-malu. Kurang dari dua puluh empat jam kita saling mengenal, sejak saat itulah kita mulai menjadi teman.

Sifatmu yang jenaka membuatku bisa tertawa lepas. Kau tahu, sebelumnya ditempatku tidak ada yang bisa membuatku tertawa selepas itu.

Aku juga ingat ketika kau datang ke rumah saat ulang tahun kedelapan belasku. Kusambut kau dengan kesederhanaan. Ya...aku memang bukan anak jutawan yang bisa menularkan kemewahan pada siapapun yang kujadikan teman. Tetapi dalam semua keterbatasanku, kau bersedia menjadi temanku.

Maaf, hanya ini yang mampu aku berikan. Semoga bermanfaat dan kau sukai. Anggap saja ini benda yang akan mengingatkanmu padaku. Bahwa aku pernah menjadi bagian dari hidupmu.

Dipertambahan usiamu hari ini, semoga kau lebih dewasa. Dan menjadi anak yang bisa membanggakan keluarga.

Tetaplah menjadi anak yang ceria dan baik pada semua orang.

Semoga Allah menaungi setiap langkahmu, selalu.

Selamat ulang tahun Cici.




Limbangan, 16 April 2014
Dari temanmu yang kau tuakan


Lulu Syifa F.