Jumat, 01 Mei 2015

Untuk calon dokterku

Untuk calon dokterku,

Malam ini gerimis turun di kotaku. Di rumah hanya ada aku dan Ibu. Nenek dan sepupuku pergi liburan. Hari ini aku sengaja tak pergi kemana-mana demi menemani Ibu. Aku tak kuliah. Aku juga tak menyelesaikan draft tulisanku yang belum selesai. Anehnya aku malah menulis ini untukmu.

Aku tak mengerti angin apa yang membuatku teringat padamu. Sudah lama sekali kita tak bertemu dan tidak pernah berkirim kabar. Ini adalah salah satu usahaku  melupakanmu. Untuk apa aku terus peduli pada laki-laki yang datang menawarkan perhatian dan rasa cinta, namun justru pergi dengan perempuan lain? Aku tidak marah. Aku juga tidak cemburu. Aku hanya ingin kamu tahu, bahwa di hatiku tak ada lagi cinta untukmu.

Bagaimana ujian nasionalmu? Aku baru sadar kalau ujian nasional SMA sudah berakhir pekan lalu. Padahal aku pernah berharap akan menjadi salah seorang yang menyemangatimu kala ujian. Aku akan mengingatkanmu untuk membawa penghapus dan name tag ke sekolah. Aku akan menjadi sebawel ibumu  agar kamu mau minum vitamin dan menghabiskan susu. Aku siap menumpahkan banyak perhatian untukmu. Karena gadis belasan tahun ini mengira, kamu adalah laki-laki baik yang akan mengisi kekosongan hatinya. Iya, dulu aku berharap akan ada kisah cinta semanis itu antara kita. Peduli apa tentang usia? Tak masalah meski usiamu dua tahun lebih muda. Namanya juga sayang. Begitu kan, kata orang-orang yang jatuh cinta?

Namun itu tak pernah terjadi. Bahkan dalam mimpi sekali pun. Mengapa? Karena semesta tidak menginginkanku bersamamu.

Aku mengerti saat ini kamu sedang patah hati. Hubunganmu dengan perempuan itu berakhir, kan? Tentu saja aku tahu. Berita putus cintamu tersebar luas di media sosial. Bahkan mungkin drama putus cintamu berhari-hari menjadi headline gosip di sekolah. Izinkan aku tertawa untuk beberapa lama. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana sesaknya mengisi lembar jawaban ujian dengan perasaan yang berantakan.

Saat ini aku mengerti mengapa semesta tidak mengizinkan kita bersama. Aku merasa sangat beruntung dengan kenyataan itu. Meski aku tidak pernah menjadi gadis yang istimewa di hatimu, setidaknya aku tak pernah membuatmu terluka. Apalagi menjadi perusak konsentrasimu saat ujian. Aku tak perlu membuang sedikitpun tenaga untuk membalasmu. Karena pada akhirnya luka yang kamu dapat lebih menyakitkan dari yang pernah kurasakan.

Sekarang tak perlu ada yang disesali. Nikmati saja patah hatimu. Siapa tahu bisa menghasilkan karya sepertiku.

Setelah ini aku tak ingin mendengar berita duka lagi darimu. Saat ini mungkin kamu sedang berada dalam masa-masa sulit setelah putus cinta. Tapi di akhir semester nanti, aku ingin mendengar kamu lulus dan diterima di peruguruan tinggi negeri yang sering kamu ceritakan. Dan kamu masuk di fakultas kedokteran seperti yang kamu inginkan.

Ohya, kamu harus ingat menjadi seorang dokter bukanlah pekerjaan yang mudah, Sayang. Kamu harus punya naluri seorang guru untuk memberikan pengertian kepada pasien. Harus teliti seperti detektif saat mendiagnosa. Dan tentunya seorang calon dokter harus punya jiwa yang tangguh untuk menghadapi berbagai macam karakter pasiennya. Seorang calon dokter harus punya fisik yang sehat untuk mengabdi pada masyarakat. Jika putus cinta saja sudah membuatmu gegana, kusarankan hapus saja mimpimu jadi dokter.


Garut, 23 April 2015

dari perempuan yang pernah kau abaikan.