Rabu, 23 Juli 2014

Pria Bermata Elang



Untuk teman masa kecil yang telah tumbuh menjadi Pria dewasa

Selamat malam, kamu. Aku tahu kabarmu sedang bahagia sekarang. Karena karena binar bahagia itu terpancar dari bening mata elangmu. Dan terlukis jelas dari lengkungan senyum dibibirmu.

Awalnya aku tidak berniat menulis ini. Kenyataan tidak sesuai harapan hari kemarin, menyisakan beban yang mengganggu pikiranku. Memang aneh, aku mengagumi seseorang yang kalah bertanding di medan perang. Ketika dia kalah, semangatku pun ikut melemah. Tidurku tidak nyeyak semalaman. Karena itu, tadinya aku berniat untuk tidur lebih awal malam ini. Namun niatku  batal, aku menulis ini karena sudah tidak sanggup menahan rindu yang terus mendesak untuk segera diungkapkan kepadamu.

Sudah berapa lama kita tak berjumpa? Dua tahun? Sepertinya tiga tahun? Aku tidak menghitung sudah berapa lama kita berpisah. Yang tidak kulupa, kita mengenal sudah sangat lama. Sejak kita belum masuk sekolah TK. Jadi, tentang berapa lama kita saling mengenal, bilangan tahunnya mungkin lebih dari separuh umur kita. 

Bagaimana kabar Ibu dan adikmu? Kuharap mereka sehat selalu. Karena itu yang terucap dalam do’aku. Bagiku, keluarga kalian adalah keluargaku juga. Aku tidak lupa pada keluargamu yang bersedia menjadi pegangan disaat keluargaku hampir terjatuh. 

Adik laki-lakimu sudah kelas berapa sekarang? Terakhir aku bertemu dengannya, dia masih mengenakan seragam putih-merah. Tapi tingginya sudah menyaingi tinggi badanku. Dia pasti tumbuh semakin besar sekarang. Sampaikan salamku untuknya ya. Kapan-kapan kita bermain sepeda lagi, seperti dulu.

Lamanya kita tidak berjumpa membutku sangat ingin bertemu. Ketika anak-anak, rasanya bahagia begitu mudah tercipta. Aku ingat ketika kita tertawa lepas saat berhasil menyerang kubu benteng lawan dalam permainan pasir. 

Aku masih ingat saat kau menculikku untuk melatihku mengendarai sepeda roda dua. Kita pergi sembunyi-sembunyi, karena takut ketahuan Ibu yang khawatir, panas-panasan membuat kita mudah terserang penyakit ingusan. 

Aku juga ingat saat kau menggendongku pulang ke rumah, karena aku terjatuh ketika bermain bola. Aku memang nakal. Tidak seharusnya anak perempuan bermain bola. Namun yang kurasakan saat itu, aku merasa lebih nyaman dan lebih menyenangkan bermain denganmu.

Kamu ingat, saat masih anak-anak kita memiliki beberapa kaos yang sama? Jika seandainya sekarang kita masih memakain pakaian seperti itu, aku yakin kita menjadi sasaran empuk untuk di-bully dengan  kata norak.

Kita kompak. Namun sayangnya, kita harus tumbuh ditempat yang berbeda. Setelah kepindahanku ke Kota Intan, aku hampir tidak pernah pulang menemuimu. Kita masih sangat belia, terlalu muda untuk menaklukan jarak yang membuat kita terpisah jauh.

Sialnya, disini aku tidak lagi memiliki teman baru sebaik kamu yang setia melindungi. Yang keluarganya tulus menyayangi keluargaku. Aku rindu mata elangmu yang akan menunjukan tatapan tajam, ketika anak-anak nakal mengusik ketenangan kita. Tatapan tajam itu seperti hendak merekam siapa saja yang mengganggu. Namun kadang, tatapan itu juga bisa berubah menjadi tatapan teduh yang penuh kasih. 

Ohya, aku sudah melihat status barumu di beranda Facebook-ku. Selamat atas kemenanganmu meraih hati perempuan itu. Sampaikan juga salamku untuk kekasihmu. Aku memang tidak mengenal siapa perempuan itu. Aku tidak menuding dia penyebab perubahan sikapmu yang tak pernah lagi menyapaku lebih dulu. Tak lagi mengingat hari ulang tahunku. Bahkan yang paling menyakitkan, sering pesan BBMku hanya dibaca tanpa kau jawab.  

Aku tak tahu apa yang membuatmu berubah. Apakah aku punya salah? Seingatku, malam sebelumya kita masih baik-baik saja. Sudahlah, aku tidak ingin bertengkar. Aku juga tidak ingin merusak kebahagiaan hubungan kalian yang baru terjalin beberapa jam yang lalu. 

Aku begitu sadar siapa diriku. Aku hanya perempuan yang  datang dari masa lalumu. Seseorang megnatakan kepadaku, bahwa yang pertama memang selalu istimewa tetapi bisa berubah menjadi tidak berarti apa-apa ketika posisinya tergeser oleh yang selalu ada. Dan sekarang aku merasakannya.


Dari temanmu yang jauh