Sebelum
mengenalmu hidupku sudah bahagia. Aku dikelilingi orang-orang yang begitu
mengasihiku. Ada cinta setiap hari. Aku bahagia bersama mereka. Bersama
keluargaku, saudara-saudaraku, sahabat-sahabatku, mereka bahagiaku.
Lalu,
aku mengenalmu. Kamu laki-laki yang penuh kharisma. Tegas dan dewasa, kamu
rupawan dan sangat perhatian. Aku tidak sanggup menolak cintamu saat kamu
menawarkan hatimu padaku.
Hidupku
semakin lengkap. Aku memiliki keluarga yang begitu penyayang. Sahabat-sahabat
yang selalu mengerti, dan kamu kekasih hati yang sangat kucintai.
Aku
bahagia, kamu bahagia. Kita pasangan yang serasi katanya. Semua orang kagum
melihat kita yang selalu terlihat akur dan mesra. Saat itu, aku berulang
kali meyakinkan diri bahwa kamu
memang orang yang tepat untukku.
Tapi
ternyata tidak begitu. Kamu mencintaiku dengan caramu. Kamu terlalu mengaturku
ini-itu. Kamu melarangku tidur siang dengan alasan kamu tak mau melewatkan
semenitpun waktu bersamaku. Kamu mengatur waktu makan siangku agar kita bisa
makan bersama, tak peduli sesibuk apapun aku. Kamu mengatur waktu belajarku
agar dimalam hari aku bisa menemanimu berbincang sampai tengah malam bahkan
sampai dini hari. Kamu juga membatasi pertemananku dengan teman laki-lakiku.
Alasannya kamu cemburu dan takut perasaanku berubah padamu. Bahkan setiap
waktu, kamu memantau pertemananku di social media. Itu didunia maya, didunia nyata aku tak perlu
lagi menjelaskannya.
Kadang,
aku berpikir konsep memiliki seperti apa yang kamu pahami?
Kamu
mengacaukan hidupku. Aku mulai kehilangan waktu berkumpul bersama keluargaku
karena waktuku harus dibagi denganmu, denganmu, dan denganmu. Aku mulai
kehilangan waktu bersama teman-teman dekatku. Aku tak sebebas dulu. Padahal sebebas-bebasnya
aku, aku tahu diri. Tak mungkin mempermainkan cintamu. Aku tidak merasa bahagia
dimiliki. Kamu begitu mengendalikanku.
Kamu
bilang, kamu seperti itu karena trauma akibat kisah cinta masa lalumu. Kamu
menjadikan traumamu sebagai alasan untuk menguasaiku. Ya, selalu begitu. Kamu
memanfaatkan saat itu untuk membuat aku menuruti semua perkataanmu. Kamu
menguasaiku. Kamu kasar. Kamu terlalu membatasiku. Kamu sangat posesif padaku.
Aku tidak
mau hidup seperti itu. Sampai aku mengatakan padamu, aku lebih baik sendiri
daripada dicintai namun disakiti dengan cara dikuasai. Dan alasannyakarena kamu
sangat mengasihi. Kamu melakukan semua itu dengan mengatas namakan cinta.
Lalu
kamu menangis. Kamu bilang kamu menyesali semuanya. Kamu memohon agar aku tak
meninggalkanmu. Aku hanya mengernyitkan dahi, dan berkata “Mengapa harus
menungguku pergi baru mengerti?”
Tak
kusangka, kamu marah lagi. Kali ini lebih parah dari amarah yang pernah
terjadi.
Tak
lama setelah kejadian itu, kamu jatuh sakit. Kamu bilang kamu sakit karena
terlalu memikirkanku yang begitu melelahkan hatimu. Kamu sampai tak enak makan
dan tak enak tidur katamu. Aku pernah bertanya apakah maksudmu berbicara
demikian karena kamu menyalahkanku? Namun kamu mengelak tidak. Kamu bilang kamu
hanya menginginkan kesadaran dan perhatian dariku.
Dan
entah mengapa dalam keadaan sakit saja kamu masih mengancamku dengan berkata
“Kamu masih ingin pergi? Kamu tega
membuatku sakit lalu kamu pergi? Itu sama saja dengan kamu menyuruhku mati”
katamu waktu itu, dengan nada bicara yang tinggi.
Aku
tidak bisa apa-apa. Keluargamu, teman-temanmu, membelamu habis-habisan. Kamu
memanfaatkan keadaan tanpa sedikitpun melirik batinku yang menjadi korban.
Jadi,
aku tetap bertahan denganmu. Dengan sisa-sisa cinta yang aku miliki. Ya,
sisa-sisa cinta yang ada. Karena sejak kamu mulai menguasaiku dan banyak membatasiku,
kamu pasti tidak sadar bahwa kamu mengurangi bahagiaku dan aku hampir mati rasa
padamu.
***
Hari
demi hari berganti. Kamu tak seposesif dulu lagi karena aku sering menangis dan
berkata ingin pergi.
Semuanya
berubah. Kamu tak lagi meneleponku terus-terusan saat pesanmu telat kujawab.
Kamu mulai mengurangi sapaan-sapaan ramahmu saat aku bangun pagi atau dimalam
hari. Kamu hampir selalu tidak sempat membalas e-mailku lagi. Alasannya kamu
sibuk ini-itu. Dan dalam kesibukan itulah kamu bertemu dengan dia.
Iya,
dia. Perempuan yang kutahu sering menjadi tempatmubercerita saat bertengkar
denganku. Aku tak bisa melarangmu untuk menjauhinya, karena jika aku melarangmu
berteman dengannya (padahal perhatianmu terlihat begitu lebih padanya) aku
yakin kamu akan marah dan mungkin membentakku lalu menyalahkanku bahwa
cemburuku berlebihan. Aku tidak mau.
Aku
tak kuasa membayangkan seburuk apa aku dimata teman perempuanmu itu. Karena aku
yakin, setiap kamu bercerita kepadanya kamu pasti bilang bahwa selalu aku
sumber masalahnya. Entah bagaimana kamu bercerita, hanya saja aku yakin kamu
memutar-mutar fakta. Sama ketika kamu bercerita tentang segelintir kisah masa
lalumu dengan kekasihmu yang dulu, selalu mantan kekasihmu yang salah. Diapun
begitu buruk dimataku.
Lama-kelamaan,
aku mulai kehilangan kepedulianmu, kasih sayangmu, cintamu, juga waktumu.
Hubungan kita berubah. Namun meskipun berubah tetap saja tidak normal. Bahkan
kali ini lebih parah. Karenastatusnya ada, cintanya tidak. Sedangkan aku masih
dibatasi aturan-aturanmu yang tidak wajar itu.
Sakit
sekali. Sampai akhirnya aku tidak sanggup lagi dan aku benar-benar pergi.
Aku lelah,
aku menyerah. Saat mengatakan itu, kamu marah. Kamu bilang, aku ngeyel dan
tidak ingin dipertahankan. Kamu bilang, aku tidak menghargaimu yang telah
banyak berkorban. Kamu bilang aku bebal,tidak tahu diri, tidak ingin dikasihi.
Kamu
bilang begitu, padahal aku sama sekali tidak berkata kasar padamu.Apa kamu
tidak ingat, setiap kamu marah aku hanya diam saja, menunduk dan menangis saja.
Kamu membuatku lemah. Aku tidak bisa marah. Disatu sisi aku percaya kamu
mencintaiku, disisi lain aku mempertanyakan sikapmu yang katanya mencintaiku
tetapi kenyataannya seperti itu. Entahlah.
Aku
diam saja. Lagi pula aku banyak bicarapun kamu akan tetap seperti itu. Kamu selalu
meyakinkan orang-orang bahwa semua pertengkaran yang terjadi adalah akibat
salahku. Tanpa berkaca pada dirimu sendiri bahwa kamu sebenarnya juga tidak
selalu benar.
Kini
kita benar-benar berpisah. Harusnya tidak ada lagi masalah. Namun yang
menyakitkan adalah, ketika ada yang menanyakan mengapa kita bubar kamu
mengatakan pada keluargamu, juga pada teman-temanmu, termasuk pada perempuan
itu bahwa kita tak lagi bertahan karena aku terlalu sering melakukan kesalahan
dan kamu bilang hatimu sudah sangat kelelahan.
Hhhh....
Kamu
benar-benar mengacaukan hidupku. Kamu membuat namaku seburuk itu dimata mereka.
Coba
kamu tanya aku, ketika ada yang bertanya mengapa kita bubar aku hanya
menggeleng saja dan tersenyum pada mereka tanpa berbicara apa-apa. Aku diam
saja. Yang menjadi urusan kita, biarlah menjadi urusan kita. Apa untungnya
mereka tahu? Jadi aku diam saja.
Aku
tidak tahu mengapa kamu seperti itu. Mungkin karena cintamu terlalu besar
padaku.Ya, kupikir cintamu terlalu besar sampai aku bahkan tak sanggup
menampungnya. Mungkin begitu.
wau sungguh cerita yg menarik untuk di simak, ya walaupun akunya agak kurang tau kata posesif hehe,
BalasHapusSalam kenal
memang harus sabar dan khusnuzan untuk menanggapinya, sabarrrr
BalasHapusehm. ini cerita asli atau fiksi nei? jagan jangan fiksi lagi. tapi cerita yang menarik si.. kalau aku ada di posisinya, mungkin sedikit bingung juga ya. tapi kalau menurutku, ini bukan cinta.. karena cinta itu tidak menyiksa.
BalasHapusSahabat lama aku mkin jago ajj nulisnya:)
BalasHapushi nih rwin menurut saya temanya sih udah bagus, namun cara pembawaannya agak monoton dan hanya diceritakan dari satu sudut pandang. trus bahasanya juga berbelit-belit dan sok puitis
BalasHapuswaas pisan nga ngabacana...mugi mugi sane kanyataan peerasaan syifa
BalasHapuskerennnnn.. kayak real ... two thnubs up..
BalasHapuspostingannya bagus.. dan aku agak sensitif sama orang yg posesif.. ahaha jadi curhat
BalasHapusbtw aku lg ngadain 'little competition' berhadiah. bisa di cek di http://mndalicious.blogspot.com/2012/11/mndalicious-bday-giveaway-present.html :)