Pernah
enggak sih kamu merasa hidupmu gak nyaman dan gak menyenangkan? Rasanya hidup
kamu tuh, kurang melulu, sedih melulu, sedangkan hidup orang lain kelihatannya
serba mudah dan bahagia.
Saya
pernah, dan sering merasa seperti itu. Apalagi kalau melihat orang lain bisa
dengan mudah mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Rasanya tuh, sebel. Tetapi
kalau dicari tahu, ternyata perasaan iri seperti itu muncul dari hati yang
dengki dan kurang bersyukur.
Kalau
udah begitu, biasanya saya ngaji, cerita dan minta nasihat sama orang yang bisa
dipercaya, mendengarkan cerita yang memotivasi, atau membaca. Tentunya membaca
buku yang bikin pikiran saya adem, kayak true
strory dalam buku ini:
Judul: The Lost Boy
Alih bahasa: Danan Priyatmoko
Tebal: 352 hlm.
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan
kelima: Juni 2003
Untuk
saya, buku adalah senjata paling ampuh untuk membunuh sepi. Membaca juga salah
satu cara agar otak saya yang segede kacang polong kisut ini tetap bekerja.
Sinopsis:
Seorang anak tak pernah punya rumah. Yang
dimilikinya cuma beberapa lembar pakaian usang dan kumal yang dibawanya
ke mana-mana di dalam tas kertasnya. Dia selalu hidup dalam
keterasingan dan ketakutan. Dia tak tahu apa yang diharapkan dari dirinya
dan apa yang bisa dia harapkan dari lingkungannya. Dia sudah berhasil
diselamatkan dari cengkeraman ibu kandungnya yang selalu menyiksanya selama
bertahun-tahun, tetapi rentetan bahaya yang lebih nyata dan yang harus
dihadapinya belum selesai,bahkan baru akan dimulai.
Dia tak punya tempat yang bisa dirasanya sebagai
rumah. Dia mendambakan cinta dalam keluarga.
***
Sebelumnya,
saya pernah baca seri pertama buku Dave Pelzer di sini. Kalau yang belum tahu,
biar nyambung, silakan baca dulu ya.
Entah
sejak kapan saya mulai suka membaca buku serius seperti ini. Mungkin karena
semakin tahun saya semakin dewasa, makanya selera buku bacaan saya juga
berubah? Iya kayaknya.
Buku
ini menceritakan kelanjutan hidup David Pelzer sejak umur 12-18 tahun. Masa setelah
dia ke luar dari rumah ibu kandung yang galaknya ngalahin waria dilarang
mangkal.
Kalau
dibandingkan dengan buku pertamanya untuk saya—The Lost Boy ini lebih menguras air mata. Apalagi saat David
menceritakan kehidupan sekolahnya—saya gak pernah mengalami child abuse, tetapi pernah kesulitan punya
teman dan sebagai seseorang yang pernah merasakan hal yang sama, perasaan saya
teraduk-aduk sekali saat membacanya.
“...Aku
begitu ingin disukai, diterima, oleh semua teman sekelasku, oleh semua murid di
sekolah itu—oleh semua orang.” Hlm.34
Setelah
ke luar dari rumah orang tuanya, David harus tinggal di penampungan tempat
anak-anak kurang beruntung lainnya. Sebagai anak baru gede, yang sedang dalam
masa pencarian jati diri, dan kurang kasih sayang, David beberapa kali
melakukan kesalahan. Dia mengerjakan sesuatu yang salah hanya untuk “dianggap
ada” oleh teman-temannya.
“...Sejak
saat itu aku jadi anak yang tidak bisa berdiam diri. Aku berlarian ke segala
penjuru rumah, seolah-olah celanaku terbakar. Aku melucu, tertawa, dan
berteriak girang, meluapkan perasaan sendirian dan kesepian yang kualami selama
bertahun-tahun.” Hlm. 40-41
Dan,
puncak kesalahan terbesar David adalah ketika dia dituduh menjadi tersangka
pembakaran sekolah. Dia jatuh semakin jauh dalam kehidupan yang tidak
menyenangkan, kehilangan kepercayaan, terombang-ambing saat mencari orang tua
asuh, ditambah trauma yang belum hilang. Ancaman terburuk bagi dirinya adalah—Mamaknya
yang beringas kayak singa betina PMS bisa mengambil hak asuhnya kembali.
“Aku
tahu kelakuanku buruk sehingga aku memang pantas dihukum, tetapi aku berjanji—belah
dadaku, aku mati kalau tidak memenuhi janjiku—aku akan berkelakuan baik.
Betul-betul baik....” Hlm. 204
Kokoro
saya pediiih baca kalimat itu. Semua itu terjadi karena David tumbuh sebagai
anak yang kurang kasih sayang. Saya jadi paham betapa pentingnya sosok orang
tua bagi anak. Kasih sayang orang tua ternyata amat-sangat-penting-sekali buat kelangsungan
hidup anak. Buku ini juga menyinggung beberapa peraturan dan hukum soal
pengasuhan anak.
Tetapi
sayangnya, gak dijelaskan di sini kenapa
Ibu David bisa sakit. Mungkin, akan
dijelaskan dalam seri ketiga. Tetapi saya belum nemu bukunya. :(
Dari
buku ini saya juga belajar bahwa bahagia itu gak akan tiba-tiba datang, kita
mungkin bukan manusia yang terlahir dari keluarga yang sempurna dan memiliki hidup
serba menyenangkan, tetapi bukan berarti Tuhan pelit untuk membagi
keberuntungan.
“...Sementara
anak-anak lain bermain bola di jalanan atau berjalan-jalan di mall, aku menjadi
anak yang mampu mencukupi kebutuhanku sendiri.” Hlm. 258
Untukku,
kamu, dan siapapun yang selalu merasa hidupnya tidak bahagia, tidak beruntung,
serba kekurangan, saat kita menginginkan hidup seperti orang lain, bisa jadi
ada orang yang justru menginginkan hidup seperti kita.
Ah,
saya baper.
Ah ya, saya suka pernyataannya, "Mungkin karena semakin tahun saya semakin dewasa, makanya selera buku bacaan saya juga berubah?"
BalasHapusCoba deh baca bukunya Sheila, by Torey L. Hayden. Ceritanya tentang anak2 juga, dan banyak sisi psikologinya. :)
Hehehe makasih, itu boleh juga rekomendasinya. Insya Allah nanti saya baca deh kalo nemu bukunya. :D
HapusAku dulu pernah merasa kayak 'kok dia terus sih yang berhasil? aku kok enggak sih? betek deh' dan, itu nyiksa diri sendiri dan rasanya nggak guna juga :'
BalasHapusBuku ini kayaknya jadi gamparan buat orang yang suka iri dengki ya :' kutipan-kutipannya... nggampar banget :(
WAH! keren abis nih kayaknya! serius deh, saya pernah banget ngerasain pertanyaan pembuka tulisan ini. dan kisah si david ini benar2 penuh intrik ya. merasa kesepian, dituduh membakar sekolah. btw, nice review. hmm, udah lumayan lama ya.. keluaran tahun 2003 bukunya.
BalasHapusboleh nih dijadiin referensi bacaan, beli ah ...
BalasHapusSama aku juga baper. Aku baca Dave ini dari SMA kalau gak salah, kakakku punya bukunya, sedih banget ya...dan aku baper lagi, semoga anak-anakku selalu merasa bahagia, karena ada aku di samping mereka
BalasHapusJadi ingat tumpukan buku di akmar. Lama nggak dibaca hahahahahha
BalasHapusPernah baca pas SMP di perpustakaan sekolah, emang bagus si. tapi udah agak-agak lupa sekarang.
BalasHapusYa,ini kisah nyata anak membakar sekolah yang selanjutnya dijadikan pegawai atau karyawan sekolah. Itu cerita yang dulu aku ikuti dalam berita. Jadi baper juga diriku ini.
BalasHapusIntinya kita tuh setiap saat harus tetap bersyukur kepada Allah SWT
BalasHapusWah sepertinya bukunya menarik sekali saya jadi pengen mambcanya tuh mbak :)
Wah sepertinya buku semacam motivasi dan inspirasi yah ?
BalasHapusah nanti masukin ke want to read nya goodreads dlu deh
Kokoro itu apa ?
bukunya pas banget nih sama kondisi ane :')
BalasHapusHmm sangat buku sepertinya okeh juga dan sepertinya bisa saya jadikan bacaan selanjutnya.
BalasHapusKayaknya seru deh. Sedih-sedih-memotivasi gitu ya? Kutipan-kutipannya juga terasa dekat, kayak pernah ngalamin sendiri atau mungkin temen.
BalasHapusThe Lost Boy... bukannya berarti Bocah Kesasar ya mbak?
BalasHapusreviewnya menarik
BalasHapusbesok ke gramed kalau ada beli buku ini ah :D
kadang kalo lg ngerasa moody, ngerasa ga beruntung, aku jg slalu baca buku2 yg sedih based on true story gini begini mbak.. hanya utk menyadarkan kalo di luar sana masih bnyk org lain yg jauh lebih ga beruntung.. biasanya ampuh bgt utk balikin mood lagi, dan jd bisa lebih bersyukur ama yg udah kita dapat
BalasHapustebal juga ya mbak Lulu bukunya, di tumpukan perpus kamar masih banyak buku yang belum dibaca sih :(
BalasHapusBaru tau tentang buku ini.
BalasHapusSusah punya temen itu mengingatkan diri gue di masa SD-SMP. Ya, sampai sekarang temen gue juga gak banyak, sih. Ahaha.
Pernah baca ini pas SMP dan jadi most favorite book banget. Tapi di zaman skrg pas baca ulang kok ng... Ya biasa aja. Eheehehe
BalasHapusini buku motivasi?
BalasHapusDari synopsisnya kayaknya 'gue banget' deh :|
kalimat pembuka yang bagus lu hehe. ko aku jadi ingat anime Naruto. yang kayak lost boy ini yg selalu bikin onar gitu.
BalasHapustapi aku suka reviewnya nih. bisa belajar dari sini~